Seorang warga bernama Abdul Rahim asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, mengaku telah disuntik vaksin Covid-19 hingga 16 kali. Pengakuan dia soal 16 kali disuntik vaksin ramai diperbincangkan di media sosial pada Senin (20/12/2021).
Dalam video singkat berdurasi 31 detik, Abdul mengungkapkan bahwa ia menjalani belasan suntikan vaksin Covid-19 untuk mendapatkan uang atau menjadi joki. "Saya telah mewakili 14 orang untuk vaksin, dan dua kali untuk saya.
Total saya telah divaksin sebanyak 16 kali. Itu saya dibayar Rp 100.000 hingga Rp 800.000 untuk mendapatkan kartu vaksin," ujar dia dalam video.
Ini Penjelasan Polisi Efek overdosis vaksin Mengenai efek overdosis vaksin, ahli biologi molekuler Ahmad Utomo mengatakan, masih sulit untuk membuktikan secara independen apakah benar pria tersebut telah disuntik hingga 16 kali vaksin Covid-19 ini.
Termasuk apakah suntikan vaksin sampai 16 kali tersebut bisa membuat pria itu memiliki titer antibodi yang tinggi.
"Bisa jadi titer antibodi akan tinggi," kata Ahmad kepada Kompas.com, Selasa (21/12/2021). Titer antibodi merupakan jenis tes darah yang digunakan untuk menentukan keberadaan dan tingkat antibodi dalam darah.
Ahmad menegaskan, jika memang benar didapatkan titer antibodi yang tinggi, tetap saja tidak bisa diketahui dengan jelas apakah itu hasil dari 16 kali suntikan vaksinasi yang dilakukan, atau hanya dari beberapa kali suntikan saja.
"Tapi (belum tahu), apakah tingginya (titer antibodi) itu mencerminkan suntikan 16 kali, 8 kali atau 4 kali," ujarnya. Ahmad pun menambahkan bahwa jika benar tubuh Abdul Rahim memiliki titer antibodi yang lebih tinggi berkat vaksin 16 kali, maka diharapkan agar dia tidak mengalami efek serius dan malah menjadi lebih tahan terhadap serangan Covid-19.
"Harapannya seperti itu (lebih tahan terhadap serangan Covid-19)," ujarnya. Baca juga: Abdul Rahim, Pria di Pinrang Sulsel yang Mengaku Divaksin 16 Kali Diperiksa Polisi Alasan orang tidak mau divaksin Lihat Foto Abdul Rahim, pria di Pinrang, Sulawesi Selatan, yang mengaku sudah disuntik vaksin hingga 16 kali demi uang.
Selain itu di sisi lain, munculnya pengakuan Abdul Rahim yang menjadi joki vaksinasi memunculkan pertanyaan soal mengapa masih banyak orang yang enggan disuntuk vaksin.
Mengenai hal itu, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyampaikan, perilaku warga yang tidak ingin divaksin sudah ada sejak pandemi awal dimulai.
Ia menyebut perilaku tersebut sebagai vaksin resistensi atau penolakan terhadap vaksinasi. "Vaksin resistensi atau keengganan atau keraguan atau bahkan penolakan terhadap vaksinasi ini sudah dideteksi sejak lama bahkan sejak 2019, sebagai salah satu ancaman kesehatan global," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/12/2021). Dicky menjelaskan, sikap ini nantinya akan membuat orang tersebut, keluarganya, atau orang sekitarnya sangat rawan untuk terpapar penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan mendapatkan vaksinasi.
Sementara itu, mengenai penyebab seseorang atau sekelompok orang tidak mau divaksin karena beragam hal. "Bisa dari alasan ideologi, religius, kepercayaan, atau alasan yang saintifik karena dirasa belum mendapatkan penjelasan yang akurat atau lengkap terkait produk vaksin di Indonesia," ujar Dicky. "Atau karena juga karena terpengaruh dari konspirasi atau hoaks dan lain sebagainya," lanjut dia.
Upaya pemerintah dan sosialisasi Lihat Foto Global Sevilla School Puri Indah menggelar sentra vaksinasi Covid-19 untuk anak pada 20 Desember 2021 bekerja sama dengan Puskesmas Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
Dicky mengatakan, mengenai masih adanya beberapa orang yang tidak mau divaksin, menurut dia pemerintah perlu melakukan pendalaman di tiap wilayah.
Tujuannya untuk mencari tahu apa yang menyebabkan masyarakatnya belum atau tidak mau divaksin. Kemudian, pemerintah juga harus meningkatkan sosialisasi mengenai risiko sebelum, selama, dan setelah seseorang divaksinasi.
Sebab, vaksinasi adalah sebuah program yang berkelanjutan dan tidak berhenti di masalah seperti ini. "Karena program vaskinasi lain juga akan terdampak kalau ada anggapan yang akhirnya kita diamkan," imbuhnya.
Kendati demikian, baik pemerintah maupun masyarakat harus meningkatkan literasi dan melaporkan segala data mengenai informasi pelaksanaan vaksinasi di Indonesia.
Sumber : Kompas.com
Commentaires