Ketika kita membandingkan berbagai macam ibadah, maka akan kita dapati bahwa ibadah shalat memiliki keistimewaan tersendiri. Ia merupakan tiang agama yang mana tidak akan tegak agama ini kecuali dengannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ
“Pemimpin segala perkara (agama) ialah Islam, dan tiangnya ialah shalat” (HR At- Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ahmad).
Ibadah ini adalah amalan pertama yang akan dihisab pada hari Kiamat kelak, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الصلاة فإن صلحت صلح له سائر عمله وإن فسدت فسد سائر عمله
“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka seluruh amalnya pun akan buruk.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mujamul Ausath).
Lebih spesifik lagi, shalat merupakan ibadah yang Allah wajibkan pertama kali, serta merupakan kewajiban yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an dan satu-satunya ibadah yang tidak akan gugur bagi siapapun dan dalam keadaan apapun kecuali ketika hilang akalnya atau terpisahnya ruh dari jasad.
Berjamaah
Wajib bagi laki-laki untuk melaksanakan shalat secara berjamaah di masjid. Kewajiban berjamaah bagi laki-laki di masjid didukung dengan dalil-dalil yang kuat, baik dari al-Qur’an maupun Sunnah. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa poin:
1. Perintah Allah untuk menjaga shalat bersama orang-orang yang shalat berjamaah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Peliharalah semua shalat dan shalat wustha. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238)
Juga firman-Nya,
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)
2. Rasul telah mengancam orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah dengan hukuman yang keras
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
Demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku bertekad meminta dikumpulkan kayu bakar lalu dikeringkan. Kemudian aku perintahkan shalat, lalu ada yang beradzan. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat dan aku tidak berjamaah untuk menemui orang-orang (lelaki yang tidak berjamaah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka (HR. al-Bukhari dan Muslim)
3. Rasulullah tidak memberikan keringanan kepada orang buta untuk shalat di rumahnya
Dalam sebuah hadits disebutkan,
أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ
Seorang buta mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: “Wahai Rasulullah aku tidak mempunyai seorang yang menuntunku ke masjid”. Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga boleh shalat di rumah. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan kepadanya. Ketika ia baru meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah memanggilnya dan bertanya, “Apakah Anda mendengar panggilan adzan shalat ?” Dia menjawab, “Ya”. Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kalau begitu penuhilah!” (HR. Muslim)
Dan dalil-dalil lain yang menguatkan tentang kewajiban shalat berjamaah bagi pria.
Di Antara Tiga Golongan
Tidaklah seseorang meninggalkan shalat jamaah kecuali 3 golongan saja,
Golongan pertama: Memiliki udzur
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من سمع النداء فلم يأته فلا صلاة له إلا من عذر
“Barangsiapa yang mendengar seruan adzan, namun ia tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali apabila ada udzur padanya” (HR. Ibnu Majah)
Golongan ke-2: Wanita
Shalat di masjid tidak wajib bagi wanita. Seorang wanita diperbolehkan keluar menuju masjid untuk shalat berjamaah, akan tetapi shalatnya mereka di rumah lebih utama.
Dari Ummu Humaid radhiallahu anha, beliau berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ الصَّلاةَ مَعَكَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاةَ مَعِي وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ
“Wahai Rasulullah, saya ingin shalat bersama Anda.” Maka Nabi menjawab: “Aku sudah tahu bahwa engkau ingin shalat bersamaku, namun shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Golongan ke-3: Munafik
Orang-orang munafik shalat karena manusia, bukan karena Allah. Maka dapat kita lihat bahwa mereka hanya shalat di waktu-waktu yang terlihat oleh manusia, yakni di siang hari. Mereka meninggalkan shalat Subuh dan Isya, dan tidaklah mereka shalat kecuali dengan dipenuhi rasa malas.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ، وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Subuh. Andaikata mereka mengetahui pahala yang ada pada kedua shalat itu pastilah mereka melaksanakannya meskipun dengan merangkak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu mas’ud radhiallahu anhu berkata,
“Aku telah melihat bahwa kami tidak akan meninggalkan shalat jamaah kecuali orang munafik sejati.”
Itulah tiga golongan orang yang meninggalkan shalat jamaah. Wallahu a’lam bis showab.
(Arif Ardiansyah, Lc)
Sumber: al-Bisharaatu an-Nabawiyah syaikh Shalih bin Thoha Abdul Wahid
Comentários